Rezeki



Teringat pembicaraanku dengan Acid beberapa saat yang lalu. Dia ditawari untuk mengerjakan proyek pembangunan dari Pemda atau Bappeda atau apalah itu (yang cerita aja ga terlalu paham apalagi aku yang dengerin). Intinya sih, dia disuruh ngurusin lobi ke pejabat-pejabat yang berwenang. Jadi dari biaya sekian rupiah yang diajukan, sekian rupiah untuk si ini, sekian rupiah lagi untuk si itu, sekian rupiah lagi untuk urus ini itu... Yah, semacam itulah, semacam uang pelicin begitulah.

Kesempatan itu dia tolak, karena memang basic ilmunya ga di situ, jadi dia ga paham urusan-urusan yang begituan. Trus dia bilang, "sebenarnya ini rezeki sih, tapi apa boleh buat, terpaksa saya tolak." Dan aku setuju dia menolaknya. Pertama untuk alasan bukan basic ilmunya di situ. Kedua, buatku, jika dia menerimanya, justru dia menutup pintu rezekinya.

Menurutku, yang menjadikannya rezeki itu adalah bagaimana kita menyikapi kesempatan yang datang, bukan kesempatannya. Kesempatan yang datang bisa jadi rezeki, bisa juga jadi penutup pintu rezeki. Kadang Tuhan memberikan kesempatan itu justru untuk menguji kita. Seberapa silaukah kita terhadap harta dan keduniawian, serta seberapa kuatkah kita menjaga hati nurani.

Rezeki bukan berarti uang, dan uang bukan berarti rezeki. Yang menjadikan uang sebagai rezeki adalah jika kita mendapatkannya dengan cara yang jujur. Uang yang didapat dari ketidakjujuran, sebesar apa pun itu, bukanlah rezeki, dan malah akan menutup pintu rezeki. Menolak kesempatan yang mendatangkan banyak uang dengan jalan tidak jujur, mungkin menjauhkan kita dari nominal yang sekian itu, untuk saat ini. Tapi Tuhan akan menggantinya dengan nominal yang lebih banyak lagi, yang diberkahiNya.

Hati yang jujur, perasaan bahagia yang tidak dibuat-buat, jauh dari kegelisahan karena perasaan bersalah, yang seperti itulah rezeki. Dan seringkali, dalam banyak hal, tidak dibutuhkan uang untuk itu. Toh, apa pun yang kita punya, bukankah nantinya juga kembali pada yang Dia yang memberikan...?

Komentar

Postingan Populer