Menempuh Hidup Baru

Wah, sudah lama juga tidak menulis disini. Banyak sekali hal yang terlewati selama 2 tahun meninggalkan "rumah" ini. Perubahan hidup. Perubahan hidup yang besar.

Aku sekarang bukan cuma seorang istri. Aku juga seorang ibu! Bahkan anakku sudah hampir setahun umurnya. Aku telah sampai pada tahapan hidup, yang dulu rasanya jauuuuhhhh.... sekali.

Menikah, adalah hal yang besar untukku. Tentu saja. Siapa yang berpikir bahwa menikah bukanlah hal yang besar. Aku menikah dengan laki-laki pilihanku. Tentu saja. Ini bukan jaman Siti Nurbaya. Semua orang bilang ketika menikah, orang menempuh hidup baru. Aku pun berpikir demikian, dulu. Tapi ternyata tidak banyak yang berubah. Kecuali sekarang ada orang yang selalu di sampingku, dan bahwa aku harus meninggalkan kota tercintaku, Jogja, untuk ikut suamiku tinggal di kampungnya, Makassar. Tapi cuma itu. Yah, penyesuaian-penyesuaian pasti ada. Tapi aku tetap bisa melakukan apa yang biasa kulakukan waktu belum menikah. Nonton, jalan-jalan sampai malam, boros, makan semaunya, hal-hal seperti itu.

Sampai akhirnya aku punya anak. Anak perempuan paling cantik sedunia. Anak yang dengan cepatnya mengisi kehidupan rumah tanggaku. Hanya sekitar 2 bulan setelah menikah, aku hamil, dan sembilan bulan setelahnya, Kirana lahir. Dan saat itulah, saat yang menurutku benar-benar hidup yang baru. Seiring lahirnya Kirana, lahir juga aku. Aku sebagai seorang ibu. Hidupku tidak pernah sama lagi. Tidak bisa lagi pergi nonton ke bioskop, tidak bisa lagi leluasa jalan-jalan sampai malam, tidak bisa boros, tidak bisa makan semaunya. Berganti kebiasaan-kebiasaan baru yang harus cepat kuadaptasi.

Lelah, iya. Bagaimana tidak? Bangun pagi-pagi buta, sibuk seharian urus anak, begadang, dan tetek bengek lainnya. Nyaris tidak ada waktu untuk diri sendiri. Bahkan mandi dan makanpun, harus dilakukan seefisien mungkin, terutama dari segi waktu. Semua waktuku, untuk anakku. Semua energiku, untuk anakku. Semua pikiranku, untuk anakku.

Menyesal? Tentu saja tidak. Yang ada hanyalah perasaan bahagia. Kalau sesekali aku merasa kewalahan, kurasa itu manusiawi. Karena ragaku punya batas. Tapi itu tidak menghentikan aku untuk bahagia. Aku bahagia ketika menikah, dan semakin bahagia ketika Kirana lahir. Segala hal-hal kecil tentangnya, adalah suntikan semangatku setiap hari. Melihatnya tumbuh, tertawa, menangis, bermain, tidur, adalah harta yang tak terbayar oleh apapun.

Itu adalah hidup baruku. Dan aku menyukainya.


Komentar

Postingan Populer