Berkenalan dengan banjir

Kirana melihat genangan air di depan rumah, lalu buru-buru masuk ke dalam dan kembali keluar sambil menenteng pelampungnya. "Ma mandi (mau mandi)," katanya.


1 Januari 2013.
Pagi pertama di tahun baru ini disambut dengan hujan. Langit mendung dan tidak menyisakan ruang bagi sinar matahari untuk bersinar. Hujan deras sepanjang hari. Kadang memelan sesaat, kemudian berhenti sejenak, lalu kembali mengeras. Sungguh sambutan yang "meriah" bagi tahun yang baru. Air di got samping dan depan rumah mulai meninggi. Begitu juga di tanah kosong samping rumah.

2 Januari 2013.
Sewaktu bangun tidur pagi-pagi, air sudah tergenang di jalanan depan rumah. Tingginya baru se-mata kaki. Di samping rumah yang lebih rendah, tentu airnya lebih tinggi. Hujan masih dengan intensitas yang sama. Air sempat surut di siang hingga sore hari. Tapi hujan tidak pernah berhenti. Air pun kembali meninggi.

3 Januari 2013.
Bangun tidur pagi, disambut genangan air yang lebih tinggi. Tingginya sudah kira-kira sebetis orang dewasa. tanah kosong di sebelah rumah sudah seperti danau. Jalanan depan rumah sudah mirip sungai. Oke. Ini banjir. Demi melihat genangan air sebanyak itu, Kirana malah girang. Dia mengambil pelampungnya dan minta berenang. Kami tertawa, ah, untuk masih ada hal yang bisa membuat tertawa. Hujan, ya, masih sama. Lama-lama hujan itu mirip anak kecil. Sebentar menangis keras, lalu diam, lalu menangis keras lagi. Mirip Kirana kalau lagi ngambek. Timeline di Twitter mulai berseliweran kabar tentang banjir di beberapa tempat di Makassar. Jadi, bukan hanya di tempat ini saja rupanya. Hujan lebat, banjir, dan listrik yang tidak stabil, sungguh membuat saya ingin mengumpat seharian itu. Untung menjelang malam, datang teman-teman bermalam di rumah, karena ada sesuatu yang harus dikerjakan.

4-6 Januari 2013.
Air sedikit demi sedikit makin tinggi. Hujan sedikitpun tidak berhenti. Kabar di Timeline Twitter, beberapa daerah ternyata banjir lumayan parah. Beberapa teman mengungsi dari rumahnya masing-masing karena kondisi makin tidak memungkinkan. Beberapa akses jalan antar kota terputus atau macet luar biasa karena air memenuhi jalan. Bahkan saya dengar kabar, Barak, teman saya, menempuh perjalanan dari Makale, Tana Toraja ke Makassar dalam waktu lebih dari 24 jam. Padahal dalam keadaan normal, perjalanan tersebut biasa hanya ditempuh maksimal 9 jam saja. Sementara di sekitar perumahan kami, sudah seperti perkampungan di atas sungai. Jalanan sudah tidak terlihat lagi. Hujan sempat berhenti agak lama tanggal 6 pagi, tapi air tidak juga surut. Malah, di malam harinya, setelah kembali dihajar hujan lebat, air kembali meninggi. Bahkan sampai di undakan kedua teras rumah. Mungkin hanya sekitar 2-3 cm lagi air itu masuk ke dalam rumah. Saya mulai panik. Begitupun orang-orang di rumah. Gelisah sekali, sebentar-sebentar melihat ke luar. Saya dan suamiku sudah mulai berpikir untuk mengungsikan Kirana sementara di rumah keluarga di daerah kota, yang aman dari banjir. Barang-barang yang penting mulai diamankan. Malam itu saya tidak bisa tidur. 

Kondisi banjir di Kompleks Depag Al-Marhamah, Makassar 7Januari 2013

7 Januari 2013.
Air perlahan-lahan mulai surut. Hujan tidak segarang hari-hari sebelumnya, meskipun masih sering turun dengan lebat. Agak lega, tak perlu mengungsi. Tapi tetap waspada, siapa tahu tiba-tiba hujan kembali mengajak bercanda. Tapi setidaknya, malamnya aku bisa tidur nyenyak lagi.

8 Januari 2013.
Dan tidak ada yang lebih menyenangkan pagi itu selain melihat air sudah benar-benar surut dan matahari bersinar dengan cerah. Syukurlah. Banjir sudah berlalu. Meskipun saya dengar, di daerah lain air belum benar-benar surut.

Banjir yang saya alami memang belum seberapa dibanding beberapa daerah lain yang kabarnya air sampai setinggi pinggang, atau bahkan dada orang dewasa. Apalagi jika dibandingkan dengan banjir di Jakarta, misalnya, sungguh banjir di kompleks saya itu tidak ada apa-apanya. Tapi buat saya, pengalaman itu sunggu luar biasa. Saya belum pernah melihat air sebanyak itu, yang tidak pada tempatnya. Selama 2,5 tahun tinggal di tempat ini, baru kali ini mengalami kejadian seperti itu. Curah hujan memang luar biasa. Hujan turun seminggu full non stop, dengan full powernya. Ditambah daerah resapan yang konon katanya makin berkurang drastis akibat pembangunan ruko dan tata kota yang semrawut, jadilah kombinasi yang lengkap bagi banjir. Beruntung di hari-hari banjir itu kami kedatangan teman-teman di rumah. Lumayan untuk penghilang stres, dan teman menertawakan hujan. Coba kalau kami sendiri bertiga di rumah, barangkali sudah mengungsi sejak awal.

Dan yang saya pelajari tiap terjadi musibah adalah, orang-orang akan kelihatan sifat aslinya. Mana yang peduli dan mana yang tidak. Siapa yang tulus dan siapa yang tidak. Semoga saja kita termasuk golongan yang peduli dan tulus. Bukan golongan yang mementingkan kepentingan sendiri, bahkan di tengah bencana seperti itu. Bagaimanapun juga, banjir sudah surut. Semoga jadi pembelajaran kita semua untuk hari depan, agar air yang banyak itu tidak sia-sia datang.



Komentar

Postingan Populer