Melantunkan kesederhanaan, mencintai hidup

Pagi ini, sembari makan sahur, saya membuka Facebook lewat telepon genggam saya. Membaca satu per satu status teman-teman, dan beberapa komentar di grup merajut yang saya ikuti. Tak lupa membuka-buka katalog benang dan bahan-bahan craft di beberapa toko online. Hanya sekedar melihat-lihat, karena sedang tak punya uang untuk membeli. Untuk crafter amatir seperti saya, melihat-lihat katalog bahan craft itu sudah cukup menenangkan. Lalu saya sampai pada postingan seorang teman, kakak kelas saya waktu SMA, sebuah foto dirinya bersama Sujud Sutrisno. Ingatan saya langsung berkelana ke masa kecil saya.

Sujud Sutrisno atau Sujud Kendang. Sebagai orang Jogja, tentu saya tahu dia. Tidak mengenal secara langsung, dan tidak tahu banyak. Tapi setidaknya, saya pernah melihatnya dari dekat. Dia adalah seorang musisi jalanan. Seorang pemain kendang. Seorang seniman. Perawakannya kecil, dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya. Berkeliling dari rumah ke rumah menyanyi sambil memainkan kendangnya, menghibur orang. Lagu-lagu yang dinyanyikannya selalu mengundang tawa, setidaknya menyunggingkan senyum. Dia suka menyanyikan lagu-lagu pop tahun 70an yang liriknya sedikit diplesetkan di sana-sini, yang kadang tak nyambung antara satu baris dengan baris berikutnya. Tak jarang, ketika singgah di suatu rumah, dia diminta menyanyikan lagu tertentu. Waktu saya kecil, dia sering lewat di sekitar kampung saya. Beberapa kali singgah di tetangga depan rumah saya. Saya selalu suka melihatnya bermain kendang dan menyanyi. Tetangga saya selalu minta tambahan lagu setiap dia singgah, tak cukup hanya satu. Dan dia akan dengan senang hati melakukannya. Saya ingat, dia selalu menyanyikan lagu "Muda-Mudi" dari Koes Plus. Dulu saya pikir itu lagunya Sujud, hehe. Saat dia berkeliling, tak jarang anak-anak kecil mengekor di belakangnya, ikut bernyanyi.

Sujud Sutrisno (Sujud Kendang). Foto : jogjanews.com

Sujud cukup dikenal di Jogja, bahkan mungkin sampai di luar Jogja. Dia mulai bernyanyi sambil bermain kendang sejak tahun 1964. Lahir di tengah keluarga seniman. Ayahnya seorang seniman cokek, dan dari ayahnyalah Sujud belajar karawitan (Wikipedia). Dia cukup dihormati di kalangan seniman Jogja. Bahkan pernah dianugerahi gelar "Pengamen Agung" oleh Kua Etnika. Meskipun sudah sering diundang di acara-acara musik, bahkan yang bertaraf nasional, dia tetap setia menghibur masyarakat di jalanan, keliling dari rumah ke rumah. Perangainya yang ramah dan murah senyum, lantunan lagu yang empuk di telinga, membuatnya disukai semua orang.Siapa pun yang melihat caranya bernyanyi dan bermain kendang, akan bisa mengatakan bahwa dia bermusik bukan sekedar untuk mencari uang. Dia sangat menikmati permainan musiknya. Tanpa beban, tanpa dibuat-buat. Penuh semangat, penuh dengan jiwa. Dia benar-benar seorang penghibur sejati.

Postingan foto teman saya pagi tadi, sungguh membuat saya tersenyum. Mengingat Sujud Sutrisno, adalah mengingat tentang kesederhanaan. Tentang mencintai kehidupan, menjalaninya dengan ikhlas, narimo ing pandum. Kualitas karakter yang makin jarang ditemui, terutama oleh orang-orang yang katanya pemimpin bangsa ini. Semoga panjang umur dan sehat selalu, Pakdhe Sujud.

Susana..Susana..Susana.. Sayang padamu.. Yo ho ho
Mengapa kau menangis
Wong tuwa kempis-kempis
Bapakku nganggo kathok levis
Ibuku klambine tipis

Saya menjadi artis
Yang melihat orangnya manis
Susana.. Susana.. Susana..
Anake Mbok Mangun...

Bagi yang penasaran atau rindu dengan penampilan Sujud, bisa dilihat di situs ini.




Komentar

Postingan Populer