Drama e-KTP


Sejak dinyatakan sah cukup umur untuk memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk), saya sudah merasakan beberapa kali perubahan sistem pembuatan KTP ini. Dari KTP versi lama yang foto dan cap jempol langsung di blangko KTP-nya, kemudian berubah ke KTP Nasional yang latar belakang fotonya berbeda berdasarkan tahun lahir genap/ganjil, sampai e-KTP atau KTP elektronik. Dari semua sisten itu, yang paling ribet dan penuh drama adalah waktu ngurus e-KTP.

e-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional (e-ktp.com). E-KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang bersifat tunggal bagi tiap warga dan berlaku seumur hidup. Dengan sistem e-KTP ini diharapkan tidak ada lagi penduduk yang punya KTP ganda. Kalau dari sosialisasinya sih, harusnya ngurus e-KTP itu simpel. Tapi kenyataan nggak selalu seindah harapan. Setidaknya buat saya, yang sampai sekarang urusannya belum kelar.

Jadi sebenarnya, saya dan Pak Suami sudah ngurus e-KTP ini dari tahun 2012. Tapi waktu itu domisilinya di Tana Toraja. Prosesnya sebetulnya simpel. Kita tinggal mencocokkan data yang sudah ada, apakah sudah benar atau belum. Lalu kita akan diambil foto secara digital, tanda tangan digital, perekaman retina mata, dan pengambilan sidik jari. Di sini drama pertama terjadi. Buat orang normal sih, keseluruhan prosesnya cuma makan waktu beberapa menit. Tapi buat saya, memakan waktu hampir seharian! Masalahnya waktu itu, sidik jari saya nggak terbaca sama mesinnya. Nggak tahu deh apa yang salah. Sudah pake berbagai cara, dari tangan dibasahi, pake lotion, sampe petugasnya yang ganti, nggak mempan juga. Saya berasa kayak alien deh. Karena petugasnya sudah putus asa, akhirnya perekaman sidik jari dilakukan seadanya, nggak bisa terekam secara maksimal. Ya sudahlah, hayati pasrah... Mungkin saya memang semacam alien. Saya lupa berapa lama persisnya sampai e-KTP jadi. Di sini terulang lagi drama lama. E-KTP yang sudah jadi, harus diverifikasi ulang, supaya bisa aktif, katanya. Untuk itu harus merekam sidik jari lagi untuk dicocokkan dengan data. Daaan, yah, gitu deh. Lagi-lagi sidik jari saya nggak terbaca sama mesinnya. Saya lupa, apakah waktu itu berhasil atau nggak. Kayaknya nggak sih. Oke, fix, saya memang alien.

Lalu tahun 2014 kami memutuskan untuk pindah KK ke Makassar, karena memang sebetulnya dari awal kami domisilinya di Makassar. Jadilah kami ngurus surat pindah dari Tana Toraja ke Makassar. Ngurus di Tana Toraja nya sih cepat. Dalam waktu sehari surat keterangan pindah sudah kami dapat. Kami diuntungkan dengan jarak antar kantor kelurahan-kecamatan-Disdukcapil yang saling berdekatan, jadi nggak ribet ke sana kemari. Pas ngurus kepindahan di Makassar yang ribet. Nggak bisa sehari beres. Kami harus ngurus ke kelurahan, lalu kecamatan, lalu Disdukcapil, lalu balik lagi ke kecamatan. Padahal, kantor kecamatan tempat saya tinggal itu hampir di perbatasan Makassar-Maros, sedangkan kantor Disdukcapil hampir di perbatasan Makassar-Gowa. Ujung pukul ujung! Tapi yah, demi menjadi warga negara yang baik, semua proses kami jalani. Dan ujung-ujungnya, kami cuma dapat KTP Nasional, yang dilaminating itu, bukan e-KTP. Katanya, blangko e-KTP lagi habis. Errr... 😒

Dua tahun kemudian, kami dengar berita kalau per 30 September 2016, KTP lama nggak berlaku lagi. Yang berlaku cuma e-KTP. Eh, lah kan bukan salah saya kalau saya nggak punya e-KTP. Etapi ya sudahlah, dengan niat baik, akhirnya kami urus lagi (Pak Suami sih yang ngurus, saya cuma mendoakan, hihihi). Untungnya, kami nggak perlu ngurus sampai ke Disdukcapil lagi, karena sudah pernah melakukan proses perekaman e-KTP. Cuma masalahnya, blangko e-KTP nya yang belum ada juga, dan kami dijanjikan sampai bulan Oktober. Lalu apakah kami dapat e-KTP bulan Oktober? Errr.... Belum, saudara-saudara. Blangkonya belum ada juga. Itu alasan paling mutakhir. Bahkan sampai tulisan ini dipublish, saya dan Pak Suami belum juga dapat e-KTP. Entahlah kapan akhirnya kartu PVC berwarna biru penanda kami penduduk Indonesia itu bisa kami miliki seutuhnya. Ihik.

Kalau kalian, ada yang masih belum punya e-KTP juga?



Komentar

  1. syukurlah aku di SIdoarjo lumayan cpat :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya waktu di Toraja yg "cuma" kabupaten juga cepat. Eh, pas di Makassar yg kota besar malah ribet.

      Hapus
  2. Samaaaa!! Drama bgt ektp aq jg mak, dr 2013 juga, pdhl ktp dki. Smp skrg ktpku msh yg kliwir2 bukan yg bahan tebel kayak atm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga ktp yang laminating itu. Mana disuruh laminating sendiri lagi. Ribet dah ah.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer