Bis Kota

Aku adalah penggemar berat bis kota. Dari jaman SD sampai sekarang, aku selalu jadi pelanggan setia bis kota. Dari jaman tarifnya cuma 50 rupiah sampai sekarang 2500 rupiah, aku tidak pernah meninggalkan bis kota. Mungkin kalau dikumpulkan uang yang aku keluarkan tiap hari untuk bayar ongkos bis kota dari pertama sampai sekarang, barangkali sudah cukup untuk beli mobil. Alasan utama aku setia pada bis kota adalah karena aku tidak punya kendaraan sendiri, naik taksi terlalu mahal, naik becak terlalu jauh, apalagi jalan kaki. Maka jadilah bis kota sebagai angkutan favoritku sepanjang jaman. Dan tempat favoritku di dalam bis kota adalah di tempat duduk sebelah kiri, baris no. 3 dari pintu depan, dekat jendela.

Naik bis kota, seperti hal lainnya dalam hidup. Ada ups and down-nya. Ada saat naik bis kota menjadi hal yang sangat membosankan, ada juga saat naik bis kota menjadi momen yang mengesankan. Ada saat-saat lucu, ada saat-saat marah, ada saat-saat sedih, ada saat-saat menjengkelkan. Komplit.

Dulu waktu SD, pertama kali aku naik bis kota sendirian. ALL BY MYSELF. Waktu itu aku mau berangkat les menari. Biasanya aku berangkat diantar bapak, atau berangkat sendiri naik sepeda. Tapi waktu itu aku memutuskan berangkat naik bis kota, sendiri. Sebelum berangkat ibu sudah mewejangiku dengan berderet-deret nasihat.

Lalu berangkatlah aku. Dengan percaya diri tinggi melangkahkan kaki menuju pemberhentian bis, dan sukses. Sukses nyasar...!!! Harusnya aku ambil bis kota yang ke arah utara, tapi aku ambil yang ke arah selatan. Dan terdamparlah aku di terminal.
Yang tampak begitu luas.
Yang tampak begitu ramai.
Yang tampak begitu asing.
Dan aku merasa seperti alien.
Hampir menangis.
Airmata sudah di sudut mata, menunggu jatuh.
Nafas mulai sesak.

Untung bapak sopir bis kota adalah orang yang sangat baik (dan ternyata tetanggaku). Jadilah aku dioper ke bis yang benar, dan ongkosku dikembalikan. Dan selamatlah aku sampai tujuan. Maka demikianlah, perjalanan menuju les menari yang seharusnya hanya sekitar 5 menit, berakhir menjadi sebuah petualangan nyasar pertamaku.

Semua gara-gara bis kota.

Pernah suatu ketika, pulang dari kampus, aku naik bis kota. Lumayan penuh. Tidak ada kursi kosong. Jadi terpaksa aku duduk di samping bapak ini. Si bapak ini tidak sendirian. Ada temannya yang duduk di kursi sebelah. Si bapak ini sedang memegang sebuah dompet yang dilihat-lihatnya dengan seksama. Selang sebentar, dompet itu dibuang keluar lewat jendela di sampingku.

Bapak ini : Nggak ada isinya.
Teman Bapak ini : Kamu sih keburu ngambil. Habis ini jangan gagal lagi.
Bapak ini : Tapi lagi sepi.
Teman bapak ini : pokoknya ikutin aja apa yang aku bilang.

Aku : (dalam hati) copet nih... (Memeluk erat tasku-yang isinya cuma buku - dan komat-kamit baca doa).

Si Bapak ini dan temannya kemudian berdiri, karena bis kota mulai terisi dengan mahasiswa-mahasiswa yang mau pulang. Bis pun mulai penuh. Si Bapak ini mulai beringsut ke depan. Temannya di belakangnya. Sasarannya adalah mahasiswi berkerudung yang bawa tas selempang.

Teman Bapak ini : sst...sst... (memanggil Bapak ini dan mengode dengan mengangguk-anggukkan kepala ke arah sasaran)
Bapak ini : (kelihatan bingung)
Teman Bapak ini : sst..sst... (mengangguk-anggukan kepala lagi ke arah sasaran)
Bapak ini : (masih kelihatan bingung)
Teman Bapak ini : SSST....SSST......!!!
Bapak ini : (tetap saja kelihatan bingung)
Teman Bapak ini : (kelihatan jengkel)

Sasaran : (melihat ke arah Teman Bapak ini, mendekap tasnya, dan turun dari bis kota)

Teman Bapak ini : (melotot ke arah Bapak ini).

Gagal lagi.

Sampai turun, kedua rekanan itu tidak juga mendapat hasil. Teman Bapak ini marah-marah dan menggerutu sepanjang jalan.

Kernet : copet ajaran mbak...

Dan hari itu aku belajar satu hal, copet bisa lucu juga.

Semua gara-gara bis kota.

Masa pun berganti. Waktu terlewati. Bis kota tak terganti.

Meski semakin reyot, lubang disana-sini, bunyi berglondangan tanpa henti,kursi-kursinya njeglong kesana kemari, bis kota tetap idolaku.

Meski sering mengumpat sepanjang jalan karena sopir yang merasa seperti Dom Toretto di film Fast and Furious, ngebut di jalanan jogja yang sempit, aku tetap setia pada bis kota.

Meski sering mengutuk dalam hati karena keburu telat tapi sopir tiba-tiba dengan seenaknya ngetem bermenit-menit demi menunggu penumpang yang tak kunjung datang, aku tak pernah meninggalkan bis kota.

Meski sering menyumpahi kernet yang berteriak-teriak sumbang memanggil penumpang, atau saling memaki sesama kernet karena berebut penumpang, atau menggerutu sepanjang jalan karena setoran kurang, aku tetap kembali pada bis kota.

Meski sering dongkol karena penumpang yang berdesak-desakan, atau tidur di sampingku dengan kepala miring-miring ke arahku, atau duduk lebar menganga membuat sempit ruang gerakku, atau membawa seikat ayam (iya, ayam-ayam itu diikat) yang bau, aku tetap memilih bis kota.

Pokoknya, hidup bis kota...!!! Hell, yeahhh...!!!! (^o^)v



Komentar

Postingan Populer