Memahami Kemampuan Anak Dengan Tes Kognitif AJT
Salah satu tantangan jadi orangtua zaman sekarang adalah tuntutan pelajaran mereka di sekolah yang lebih susah dibanding zaman saya sekolah dulu. Kirana, anak saya, sekarang kelas 1 Sekolah Dasar. Kalau dulu zaman saya kelas 1 SD baru sekadar belajar membaca dan menghitung penjumlahan dan pengurangan angka satu digit, sekarang Kirana sudah belajar mengarang singkat dan penjumlahan serta pengurangan angka dua sampai tiga digit.
Kalau melihat kurikulum pelajarannya, anak sekolah zaman sekarang lebih diarahkan pada problem solving dibanding sekadar menghafal. Ini bagus menurut saya. Misalnya, pertanyaan “apa yang harus kamu lakukan supaya lingkunganmu bersih?” bukan sekadar “Siapa nama bapak Budi?” Ya memang ndak bisa dibandingkan dengan zaman emaknya dulu sih, anak zaman sekarang dituntut untuk lebih kritis.
Alhamdulillah-nya sih, sejauh ini Kirana masih bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya dengan baik. Pekerjaan rumah dan ulangan-ulangannya selalu dapat dikerjakan dengan baik. Sepertinya ini menurun dari emaknya sih, hahaha. *emak halu* Meskipun begitu, kadang saya tetap kepikiran, apakah pola belajar Kirana selama ini sudah yang paling tepat buat dia, apakah sudah sesuai dengan potensinya. Memang sih Kirana ndak pernah mengeluh yang gimana-gimana gitu soal pelajarannya. Sekali dua kali mengeluh susah saya anggap masih wajar, toh kalau sudah diajarin sebentar dia langsung bisa.
Dulu kita mengenal tes kecerdasan macam tes IQ untuk “memetakan” potensi anak. Saya sih ndak setuju dengan sebutan anak pintar atau anak bodoh ya. Semua anak itu unik dan punya kelebihannya masing-masing. Ada yang cepat menangkap kalau belajar ini tapi agak lambat di itu, ada juga yang cepat menangkap pelajaran yang itu, tapi agak lambat di ini. Menurut saya, ini fungsinya tes-tes kecerdasan tadi. Bukan untuk melabeli anak ini pintar atau tidak, tapi untuk mengetahui potensi yang paling besar di bidang apa agar bisa dikembangkan secara optimal.
Bagi yang sudah pernah ikut tes IQ pasti tahu, tes tersebut menghasilkan angka-angka yang kemudian dikelompokkan menjadi tingkatan-tingkatan semacam kurang, sedang, baik, sangat baik. Kirana belum pernah sih nyobain tes IQ. Tapi berdasar pengalaman saya dulu, tes dengan hasil angka dan rating begini bisa bikin bahagia, tapi juga bisa bikin sedih dan kecewa. Apalagi Kirana ini anaknya belum bisa mengolah rasa kecewa dengan baik. Dia bisa sedih sekali kalau tahu “angka” yang dia dapat bukanlah angka yang terbaik. Huhuhu…, agak repot ya? Masih PR banget memang sih buat saya untuk mengajarkan Kirana soal menerima kekecewaan itu.
Anyway, untungnya sih akhir-akhir ini tingkat kecerdasan anak bukan hanya diukur dari tes IQ saja. Yang terakhir saya baca, sekarang ada juga yang disebut tes kognitif. Kemampuan kognitif adalah kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional atau akal, yang terdiri dari beberapa tahapan: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, sintesa, dan evaluasi. Di dalam proses belajar terdapat kemampuan kognitif yang bertugas menerima, mengolah, menganalisis, atau menyimpan informasi. Nah, sebagai orang tua penting buat kita untuk mengetahui profil kognitif anak, supaya kita bisa membantu dan memahami bagaimana anak dapat belajar sebaik mungkin, dan bisa mengarahkan mereka sesuai dengan potensi yang mereka miliki agar bisa maksimal seiring perkembangan dan pertumbuhannya.
Di Indonesia, baru ada satu perusahaan yang menawarkan tes kognitif anak ini, yaitu PT Melintas Cakrawala Indonesia. Tes kognitif yang diberi nama #AJTCogTest atau #TesKognitifAJT ini merupakan tes kognitif yang sudah dinormakan untuk anak Indonesia atau terstandarisasi sesuai dengan karakteristik bahasa serta budaya Indonesia. Tidak seperti tes IQ kebanyakan, AJT CogTest memberikan hasil yang komprehensif dari 8 aspek kecerdasan anak, dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi kekuatan dan kelemahan siswa secara personal dan bukan berdasarkan rating angka semata. Selain itu, kebanyakan tes IQ yang digunakan di Indonesia disadur dari luar negeri, sehingga belum sesuai dengan norma di Indonesia.
AJT CogTest dirancang khusus untuk siswa Indonesia yang berumur 5-18 tahun. Tes kognitif AJT ini melalui tahapan panjang sebelum menjadi produk tes berkelas dunia. Diperlukan waktu lebih dari 4 tahun untuk melakukan penelitian, dengan melibatkan lebih dari 250 psikolog dan sekitar 5000 siswa dari 6 provinsi di Pulau Jawa. Penelitian tersebut bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Kevin McGrew sebagai konsultan proyek, ahli dari teori CHC dan Co-Author dari Woodcock-Johnson III & IV. Teori CHC (Catell - Horn - Carroll) adalah model kemampuan kognitif manusia paling komprehensif dan empiris yang mencakup beberapa dekade penelitian. Dan sebelum ditawarkan untuk umum, AJT CogTest ini sudah terlebih dahulu diuji cobakan di 10 sekolah terkemuka se-Jabodetabek. Jadi jelas bukan produk tes abal-abal lah ya…
Bagi orang tua, laporan personal AJT CogTest dapat membantu untuk memahami potensi anak, dan mengarahkan anak menurut perspektif informasi. Bagi anak-anak, tes kognitif ini dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka, sehingga mereka bisa berkembang secara optimal. Ada dua jenis paket tes kognitif AJT, yaitu : AJT CogTest Full Scale, dan AJT CogTest Comprehensive. AJT CogTest Full Scale mengidentifikasi 8 kemampuan kognitif yang menampilkan profil lengkap kekuatan dan kebutuhan anak. Sedangkan AJT CogTest Comprehensive diperuntukkan ketika seorang anak memerlukan data lebih terperinci untuk dianalisis, psikolog akan merekomendasikan tambahan tes.
Setiap anak terlahir dengan profil kognitif dan potensi yang unik. Tugas kita sebagai orang tua adalah mengenali potensi tersebut dan membimbing anak agar bisa mengembangkan potensi tersebut dengan baik. Jadi buibu dan pakbapak, #YukKenaliAnakKita, agar anak kita bisa menjadi sukses di masa depannya.
PT. MELINTAS CAKRAWALA INDONESIA
Instagram : @melintascakrawalaid
WA : 087883258354
Saya penasaran, bagaimana Sheldon Cooper melewati tes ini waktu dia masih umur 9 tahun? Jangan-jangan malah gurunya yang dia ajari hahaha
BalasHapusAnyway, sampai sekarang saya belum tahu siapa nama asli Bapak Budi.
Ayi tahu? Kabari ya kalau tahu
sayang yah, hanya untuk anak-anak.. padahal banyak juga orang yang mau tahu kecerdasan dan potensi apa yang ia miliki.
BalasHapusBagaimana cara ngetesnya nih?
BalasHapusSeingatku dulu sempat booming tes kepribadian, bakat dan minat yang pake metode scan sidik jari.
Apa semacam itu?
Kalau yang sidik jari itu metode STIFIN, untuk memetakan potensi anak juga dari karakternya.
HapusSekarang Kirana sudah belajar mengarang singkat ...
BalasHapussaya salut dengan model pendidikan awal yang memberi kesempatan ke anak untuk mengarang atau berimajinasi seluas-luasnya.
di Sekolah anak saya di Dubai, mereka tak diajarkan hal2 sulit di TK hingga kelas 3. Tak banyak berhitung, hanya mengenal angka saja dan hurup...
Wah saya tertarik pada AJT Cogtest, tapi sayang sudah tidak bisa. Sejak kecil saya pernah bermimpi kapan ya bisa tes iq dan tes bakat. Tapi saya tak pernah mendapati caranya. Menanggapi tentang kurikulum anak anak didik kita sekarang, memang saya setuju. Tapi butuh waktu tidak sebentar untuk menyesuaikan dengan perilaku dan kebiasaan anak didik kita.
BalasHapusBagus nih test-nya buat Athifah. Saya sudah membaca potensinya di mana, eh mungkin bau sebagian. Akan lebih lengkap kalau Athifah bisa dites juga dengan metode ini.
BalasHapusKalau sulungku dulu ikut tes Multiple Intellegences. Sekarang sudah ketahuan minatnya dia di mana.
Berbicara masalah koognitif anak, saya jadi teringat dari sebuah film yang menceritakan seorang anak yang dianggap kurang mampu dalam menerima pelajaran. Tapi kmudian anak ini bisa menjadi anak yang luar biasa cemerlang daengan diajar oleh seorang guru yang memang ikhlas dalam mengajar. Di film ini seorang guru ini berkata "there is no stupid student, only bad teacher". Dan saya setuju sekali dengan ini, karena memang setiap individu memiliki kemampuan dan kelebihannya masing-masing :)
BalasHapus"Setiap anak terlahir dengan profil kognitif dan potensi yang unik. Tugas kita sebagai orang tua adalah mengenali potensi tersebut dan membimbing anak agar bisa mengembangkan potensi tersebut dengan baik" noted banget nih kak. Tugas orang tua memang sebaiknya megenali dan mengembangkan potensi anak bukan malah memaksakan si anak mengikuti kehendak kita. Btw saya jadi penasaran dengan AJT Cogtest ini, baru tahu soalnya. Karena selama ini cuma familiar dengan test IQ.
BalasHapusSeperti gimana itu tesnya kak? Emang gak bisa kalo seumuran kita yang di tes? Mauku ikut tes begini, karena saya sendiri kadang masih ndak kenal sama diriku. Haha.
BalasHapusWoow..Mantapp yah..kata anak jaman now.. bukan kaleng-kaleng test kognitif AJT ini.. lebih dari 4 tahun untuk melakukan penelitiannya, dengan melibatkan lebih dari 250 psikolog dan sekitar 5000 siswa ..luar biasa..
BalasHapusSemacam tes kecerdasan majemuk (multiple intelligences) ini mungkin kak ya? Menarik bagi pendidik dalam rangka observasi awal di tahun ajaran. Tapi barangkali paling penting bagaimana penjelasan analisa hasil tes ini ke orang tua anak. Sehingga orang tua/sekolah bisa memahami anak dengan baik dengan segala kecenderungannya.
BalasHapusThanks for sharing,.
BalasHapus