Yang Penting Bukan Pestanya

Foto : Pinterest

Publik se-Indonesia Raya dibikin heboh (dan baper) awal bulan September ini. Sampai-sampai ada gerakan tagar #HariPatahHatiNasional. Nyalain televisi, berita infotainment tentang itu semua. Buka Instagram, eh foto mereka lagi, foto mereka lagi. Buka Facebook, isinya repost video kawinan mereka. Buka Twitter, tweet yang berseliweran lagi-lagi tentang mereka. Bahkan Presiden Jokowi pun ikut berkomentar. Iya, siapa lagi kalau bukan Raisa dan Hamish Daud. Dua selebritis yang lagi naik daun. Yang satu cantik, satunya ganteng. Cucok.

Pesta pernikahan mereka pun jadi perbincangan selama berhari-hari. Ada yang komentar kalau pestanya terkesan sederhana. Padahal sebenarnya biayanya ndak sederhana sama sekali, alias mahal. 
Resepsinya saja dua kali, di Jakarta dan Bali. Belum sewa venuenya, wedding organizernya, bajunya, make up artisnya, dan sebagainya, dan sebagainya.

Baca juga : Menempuh Hidup Baru

Hari pernikahan adalah hari yang super istimewa bagi hampir semua orang. Di hari itu, sepasang manusia mengikat janji untuk mengarungi hidup baru yang disebut bahtera rumah tangga. Karena harapannya hanya sekali untuk seumur hidup, maka sebisa mungkin diadakan perayaan yang meriah, kalau perlu besar-besaran. Bukan cuma demi membuat kenangan manis, seringnya sih justru karena gengsi, yang mengatas namakan nama baik keluarga. Malu, atau takut sama omongan orang, kalau ndak bikin pesta yang meriah, meskipun harus memakan biaya yang besar.

Foto : Pinterest 

Kalau seperti Hamish dan Raisa mah, biaya yang besar ndak masalah buat mereka. Selain karena penghasilannya juga besar, mereka kan juga dapat bantuan sponsor. Lah, kalau orang biasa kayak kita? Bisa-bisa tabungan seumur hidup ludes, bahkan kadang sampai harus berhutang. Semua demi mewujudkan impian menjadi raja dan ratu sehari.

Padahal kan yaaa, besar kecilnya pesta resepsi bukan jaminan hidup berumah tangganya akan langgeng, adem ayem, tenteram, gemah ripah loh jinawi juga. *Halah*. Yang bikin pesta 7 hari 7 malam tapi pernikahannya cuma bertahan seumur jagung, banyak. Sebaliknya, yang cuma modal ijab qabul di KUA, tapi mampu mempertahankan rumah tangganya sampai ajal memisahkan, juga banyak.

Bukan berarti saya anti pesta pernikahan yang meriah, ya. Lagian kan kebahagiaan memang sebaiknya dibagi. Malah sunnah hukumnya untuk mengadakan walimahan atau jamuan pernikahan. Cuma ya harus sadar dengan kondisi sendiri. Kalau memang penghasilan pas-pasan, janganlah memaksakan bikin pesta dengan budget fantastis. Apalagi kalau sampai berhutang. Aduh, masa' baru memulai hidup baru sudah harus pusing memikirkan bayar hutang?

Foto : Pinterest

Langgeng tidaknya sebuah rumah tangga tidak ada hubungannya dengan gedung mana yang dipakai untuk resepsi, gaun rancangan siapa yang dipakai, atau berapa ribu tamu yang diundang. Yang lebih penting dalam memulai langkah dalam sebuah pernikahan adalah kesiapan mental. Klise sih, tapi ya memang itu kuncinya. Kecantikan dan kegagahan sewaktu di pelaminan mengenakan baju pengantin yang indah mungkin akan buyar seketika saat kita tahu kalau pasangan kita ternyata ngorok 8 oktaf kalau tidur, atau ngiler. Ribuan tamu yang kita sambut berjam-jam, kadang sambil mikir, "ini siapa ya?" mungkin ndak akan peduli kalau kita ndak bisa tidur karena genteng bocor waktu hujan, atau WC mampet, atau tagihan listrik yang belum dibayar. Itu baru masalah-masalah receh, belum yang masalah yang serius yang menguras airmata. Kalau mentalnya ndak betul-betul siap, bakalan berat banget menjalaninya.

Intinya sih, saya cuma mau bilang, jangan terpaku pada pestanya saja. Hidup berumah tangga itu harapannya kan sekali seumur hidup, jadi butuh persiapan yang betul-betul matang, terutama mental. Jangan habiskan energi, pikiran dan tabungan hanya untuk pesta nikah, karena hidup baru yang sesungguhnya itu justru dimulai setelah pesta itu. Perjalanan masih sangat panjang, dan butuh modal besar. Daripada tabungannya dihabiskan untuk pesta semalam, lebih baik sebagian digunakan untuk investasi masa depan. Ndak perlu terlalu mikirin gengsi deh. Ndak bisa beli beras pakai gengsi soalnya. Betul?


** tulisan ini adalah bagian dari KEB Collab Blogging grup Maudy Ayunda. Sila baca juga tulisan teman saya Ria Agustina : Mengelola Keuangan Rumah Tangga Dengan Cara yang Mudah.

Komentar

  1. Rumah tangga yang sesungguhnya dimulai setelah pesta usai. Kemeriahan dan kemewahan tidak ada salahnya. Tapi yang jauh lebih penting adalah keberlangsungan biduk rumah tangga setelah itu ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa.. Jangan sampai habis-habisan bikin pesta mewah, tapi sudah itu ada masalah kecil saja langsung keok rumah tangganya. *amit-amit deh*

      Hapus
  2. Betul.. Penting pula dalam pesta pelaksanaannya sesuai hukum syariah apa ga (buat yang beragama Islam) misal infishol, penyediaan jamuan dll

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul.. Ini yang masih banyak belum ngerti ya?

      Hapus
  3. seandainya semua satu keluarga besar yang besarnya lagi, dari om tante kakek nenek buyut dll setuju juga akan hal ini yaaaa.. hihahaha orang Makassar masih demen ceribel kalau ada yg pesta nikahannya gak meriah atau gak di gedung lah,, pasti dikiranya nikah gak baik-baik. ckckckck ampun deh ... padahal intinya SAMAWA yaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulaah... Gengsi dewan tante dan dewan nenek yang masih kuat. Harus tebal telinga kalau mau mengubah "tradisi" hahahah

      Hapus
  4. Setujuuu mak. Pernikahan yg mewah gak menandakan bakal langgeng rumah tangganya nanti. Dulu aku jg tanpa pesta :D hanya akad nikah dan makan bareng keluarga besar dan teman dekat

    BalasHapus
  5. Setujuuu banget kak.. Yang penting pestanya lancar2 aja ya walaupun sederhana..hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih baik bikin pesta kecil dan cukup undang keluarga dan teman dekat saja. Menurutku justru lebih terasa suasana sakralnya. Daripada undang orang se-kecamatan, tapi sepanjang acara pasang senyum basa-basi, salamin orang sambil sibuk mikir "ini siapaaa?" Wkwkwk.

      Hapus
  6. Hehehe benar..saya setuju bahwa yg penting adalah komitmen pernikahan kita bukan pada seberapa mewah pestanya. Cmn waktu saya menikah, adalah pertama kalinya ortu punya gawe dan ortu msh aktif bekerja waktu itu (blm purna tugas) jd yah ada bbrp hal yg tdk sesuai dgn prinsip hemat saya hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buat pelajaran aja mbak, nanti kalau anak kita nikah, bikin pesta yang sederhana saja. Hehehe.

      Hapus
  7. Tak perlu pesta yang meriah, yg penting sakinah mawadah warrahmah... Amin

    BalasHapus
  8. Aku setuju sama tulisan ini. Sekarang aja udah bisa mikir kayak gini. Dulu pas pernikahan, aku ya tetep pakai make up, resepsi, pelaminan, dan tetek bengeknya. hihi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer